gadalombok.co
TEKANKAN : Kepala DP3AKB Lotim, dalam monev stunting memekankan bagaimana memiliki data KRS agar intervensi stunting tepat sasaran.


LOMBOK TIMUR - Data Keluarga Risiko Stunting (KRS) yang dirilis Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), jumlah KRS di Lombok Timur (Lotim) NTB, yang menjadi fokus intervensi sebanyak 35,20 persen atau 73.608 Kepala Keluarga. Angka tersebut memiliki kesenjangan dengan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), hanya 16,82 persen. 

"Kita akan fokus melakukan intervensi 70.608 kepala keluarga risiko stunting ini, karena data SSGI yang diakui Nasional,"kata H Ahmat, kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, usai Monitoring dan Evaluasi (Monev) di Kecamatan Lenek (1/2)

Dijelaskan, data yang dirilis SSGI itu merupakan hasil update data tahun 2021 dan 2022. Data tersebut, menurutnya jangan sampao berbeda antara Puskesmas dengan DP3AKB. Mengingat kesenjangan data antara SSGI dengan e-PPGBM, ia pun mengajak untuk melihat dimana letak kesenjangam data tersebut. Dari itu, ditekankan bagaimana fokus melakukan pencegahan. 

"Pernikahan dini, salah satu menjadi penyebab stunting,"tegasnya.

Menurutnya, semua Desa tentu memiliki tujuan percepatan penurunan stunting. Dari 14 Kecamatan yang telah dilakukan Monev, hanya Desa di Kecamatan Lenek yang memiliki KRS. Bila data KRS sudah dimiliki, maka baik perencanaan mau pun intervemsi stunting akan lebih tepat. 

"Percuma dianggarkan besar tapi tak punya data keluarga risiko stunting,"tegasnya lagi seraya berterimakasih pada semua Desa di Kecamatan Lenek yang telah memiliki data KRS.

Dalam KRS dimaksud dan harus di intervemsi lanjut Ahmat, didalamnya ada Calon Pengantin (Cattin), Ibu hamil, Batuta (anak usia nol sampai dobawah dua tahun) dan lainnya. Jika itu semua di intervensi, maka akan tepat sasaran, dan tidak perlu melebar dalam menangani stunting. Sebab, usia yang ditangani lima tahun kebawah. Jika diatas lima tahun, tidak lagi disebut stunting. 

"Kami harapkan semu desa di Lombok Timur, memiliki data keluarga risiko stunting, sampai by name by adress (BNBA),"tandas Ahmat. 

Dalam mengatasi stunting ungkapnya lebih jauh, banyak Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa dimanfaatkan ditingkat Desa. Mulai dari SDM PKH, TPK dan banyak lagi SDM lainnya. Manakala semua potensi itu dimanfaatkan, kepala Desa tinggal mengontrol kinerja mereka apakah tepat sasarn atau tidak. Terlebih PKH, sudah dilatih menangani stunting. Desa diminta tak perlu merisaukan anggaran, sebab telah dianggarkan DP3AKB Lotim. 

"Dalam waktu dekat, kami akan melaunching program kelas risiko stunting. Nanti tinggal ditulis akan ketemu rumahnya, sehingga akan tahu apa yang harus di intervensi. Kita juga punya program dapur sehat stunting, serta 92 Desa kampung KB menjadi kampung keluarga berkualitas,"pungkasnya. (GL-01)