Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Mataram Tanam 1.000 Bibit Bakau dan Lepas 20 Anak Penyu untuk Lindungi Ekosistem Pesisir |
Lombok Barat - Himpunan Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota (HMPWK) Universitas Muhammadiyah Mataram berhasil menggelar acara penanaman bakau di Dusun Cemara, Desa Lembar Selatan, Kecamatan Lembar.Jumat (25/10).
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak untuk memperkuat resiliensi daerah pesisir dalam menghadapi perubahan iklim dan bencana alam.
Ketua Panitia, Amerya Tri Budiarni, menjelaskan bahwa kawasan pesisir sangat rentan terhadap erosi, banjir, dan kerusakan habitat. Hal ini dapat berdampak serius pada kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut. Oleh karena itu, kegiatan ini menjadi penting untuk dilakukan.
“Kami ingin menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki peran dalam menjaga lingkungan dan membantu masyarakat menghadapi tantangan perubahan iklim,” ujar Amerya.
Kegiatan ini juga dalam rangka memperingati Hari Tata Ruang Nasional, acara penanaman bakau ini tidak hanya berfokus pada penanaman pohon, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ekosistem mangrove. Mangrove berfungsi sebagai pelindung alami bagi garis pantai, yang dapat mengurangi dampak buruk dari perubahan iklim.
“Ekosistem mangrove adalah garis pertahanan pertama kita terhadap bencana alam. Kita harus menjaganya,” tambahnya.
Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pelestarian lingkungan. Selain itu, acara ini juga menciptakan sinergi antara pembangunan dan konservasi di wilayah pesisir, memastikan bahwa kemajuan ekonomi tidak mengorbankan keberlanjutan lingkungan.
“Pembangunan yang berkelanjutan harus menjadi prioritas kita semua. Kita tidak bisa mengorbankan lingkungan demi keuntungan jangka pendek,” kata seorang anggota Komunitas Mangrove, Lalu Agus.
Target penanaman dalam kegiatan ini adalah 1.000 bibit tanaman mangrove jenis Rhizophora. Tanaman ini memiliki peran penting dalam ekosistem pesisir, berkat sistem akar yang kuat, yang mampu menahan erosi dan menyediakan habitat bagi berbagai spesies laut.
“Setiap bibit yang kita tanam hari ini adalah langkah kecil menuju masa depan yang lebih baik bagi lingkungan kita,” ujarnya.
Selain penanaman bakau, acara ini juga diisi dengan pelepasan 20 ekor anak penyu. Pelepasan anak penyu ini menjadi simbol upaya konservasi yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat setempat. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga keberlangsungan hidup spesies laut yang terancam punah.
“Anak penyu ini adalah harapan kita untuk masa depan laut yang lebih sehat,” ungkap Muhammad Arif Fatini, dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Muhammadiyah Mataram
Arif Fatini, mengatakan terkait kegiatan ini. Ia berharap mahasiswa dapat melihat urgensi pelestarian ekosistem mangrove dalam konteks perencanaan wilayah yang berkelanjutan.
“Kita perlu mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan lingkungan. Kegiatan ini adalah salah satu cara untuk melibatkan mereka,” katanya.
Diharapkan mahasiswa dapat menganalisis dan membahas potensi bakau sebagai solusi dalam pengembangan kebijakan tata ruang. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan mampu mengintegrasikan aspek lingkungan dalam setiap rencana pembangunan.
“Kita harus menciptakan kebijakan yang tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi, tetapi juga keberlanjutan lingkungan,” tambahnya.
Keterlibatan akademis dalam kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan inovasi dan pendekatan baru dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan konservasi lingkungan. Mahasiswa diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dan ekosistem pesisir.
“Inovasi dalam perencanaan wilayah sangat penting agar kita bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi,” ungkap Arif.
Acara penanaman bakau ini tidak hanya menjadi ajang aksi lingkungan, tetapi juga sebagai sarana edukasi bagi masyarakat. Melalui kegiatan ini, diharapkan muncul kesadaran yang lebih besar akan pentingnya menjaga lingkungan pesisir.
“Edukasi adalah kunci untuk mendorong perubahan. Kita semua harus terlibat dalam pelestarian lingkungan,” katanya.
Dengan berbagai inisiatif seperti ini, diharapkan keberlanjutan ekosistem pesisir dapat terjaga, dan pembangunan yang dilakukan dapat berlangsung seiring dengan upaya pelestarian lingkungan.
Melihat antusiasme yang tinggi dari peserta acara, baik mahasiswa maupun masyarakat setempat, diharapkan kegiatan serupa dapat menjadi agenda rutin. Hal ini penting untuk terus memperkuat kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga lingkungan.
“Kegiatan seperti ini harus sering diadakan agar masyarakat semakin sadar akan pentingnya konservasi,” ujarnya.
Dalam jangka panjang, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi ekosistem pesisir dan kehidupan masyarakat. Dengan demikian, keberadaan mangrove tidak hanya menjadi pelindung alam, tetapi juga sebagai sumber kehidupan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
“Kita mewariskan planet ini kepada anak cucu kita. Tanggung jawab kita adalah menjaga agar mereka dapat menikmati keindahan alam yang sama,” tutup Arif.**
Komentar